berusaha untuk kebaiakan

BIOGRAFI IMAM ABU DAUD oleh : abdul karim*

PENDAHULUAN
Abstrak
Imam Abu Daud adalah seorang ahli hadis yang banyak mengumpulkan hadist melalui para muhadditsin yang ahli dalam bidang hadist. Dari 500.000 hadis oleh imam Abu Daud disaring dan ditulis menjadi 4800 hadist. Imam Abu Daud dalam memandang hadist berbeda dalam penyebutan hadist shahih, hasan dan daif, tetapi tujuannya sama yang berbeda dalam penyebutan.
Kitab Sunan Abu Daud menurut ahli hadis adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab fiqih. Kitab sunan ini hanya memuat hadis marfu’ dan tidak memuat hadis mauquf atau hadis maqtu’, sebab yang kedua-duanya ini tidak termasuk sunnah ianya termasuk didalam hal-hal yang berkaitan dengan moral, sejarah dan zuhud. Sebagaimana pernyataan Al-Khattani dalam kitab al-Risalah al-Mustatrafah: “Diantara kitab-kitab hadis adalah kitab-kitab sunan yaitu kitab hadis yang disusun menurut bab-bab fiqih yang bermula dari bab taharah, solat, zakat, dan sebagainya dan di dalamnya tidak tedapat hadis mauquf, kerana hadis tersebut tidak disebut sebagai sunnah, namun hanya disebut sebagai hadis.
Kitab Sunan Abu Daud asalnya daripada kumpulan 500 000 hadis yang kemudiannya ditapis satu-persatu untuk menjadi sebuah kitab sunan. Sunan Abu Daud ialah sebuah kitab hadis yang sangat penting kepada umat Islam khususnya para mujtahidin. Abu Daud hanya menumpukan kepada persoalan-persoalan fiqh sahaja. Oleh itu sunan Abu Daud merupakan kitab sunan yang banyak meriwayatkan berkaiatan dengan hukum hakam.

  1. A.   Latar Belakang Masalah
Sejarah kehidupan para ahli hadist sangat penting untuk diketahui oleh umat islam. Tidak menjadi suatu keharusan mengetahui biografi seorang ahli hadist, akan tetapi dengan mempelajari sejarah para ahli hadist akan dapat mengambil manfaat yaitu sebagai motivasi dalam memahami dan menggali sumber-sumber hukum islam.
Imam Abu Dawud sebagai seorang ahli hadist dalam membentuk bangunan keilmuan-nya,Imam Abu Dawud melakukan perjalanan kebeberapa tempat. Imam Abu Dawud banyak menimba ilmu kepada imam-imam yang terkenal seperti Imam Ahmad bin Hambal, Ishak bin Ibrahim bin Rahuyah, Ali bin Al-Madiny dan Yahya bin Ma’in, serta beberapa imam lainnya.
Setelah menjadi seorang ahli hadist, banyak orang-orang yang belajar kepada Imam Abu Dawud.Diantara murid-muridnya Imam Abu Dawud adalah Imam Tirmidzi, Imam Nasa’I, Abu Ubaid al-Jury dan Abu Tayib Ahmad bin Ibrahim Al-Baghdadi dan lain-lainnya. Dalam masa kehidupannya banyak imam terkemuka yang memuji imam Abu dawud dalam hal keilmuan-ny dan imam Abu Dawud merupakan imam yang pendapatnya dijadikan hukum oleh umat islam yang termuat dalam kitabnya yaitu Sunan Abu Dawud.

  1. B.  Riwayat Hidup Imam Abu Dawud
Nama lengkap Abu Dawud ialah Sulaiman bin al-Asy’as bin Ishak bin Basyir bin Syihab bin Amar bin ‘Amran al-Azdi as-Sijistani. Beliau dilahirkan tahun 202 H di Sijistan dan meninggal dunia pada tanggal 14 Syawwal 275 H dalam usia 73 tahun.[1]
Ayah beliau yaitu Al-Asy’ats bin Ishak adalah seorang perawi hadist yang meriwayatkan dari Hamad bin Zaid. Demikian juga saudaranya, Muhamad bin Al-Asy’ats, termasuk seorang yang menekuni dan menuntut hadist dan ilmunya, merupakan teman perjalanan Imam abu Dawud dalam menuntut hadist dari para ulama ahli hadist.[2]
Sejak kecil Abu Dawud sangat mencintai ilmu dan sudah bergaul dengan para ulama untuk menimba ilmunya.Sebelum dewasa, dia sudah mempersiapkan diri untuk melanglang ke berbagai negeri.Dia belajar hadits dari para ulama yang ditemuinya di Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri lainnya.
Iman Abu Daud adalah salah satu Imam yang sering berkeliling mencari hadits ke negeri-negeri Islam yang ditempati para Kibarul Muhadditsin, beliau mencontoh para syaikhnya terdahulu dalam rangka menuntut ilmu dan mengejar hadits yang tersebar di berbagai daerah yang berada di dada orang-orang tsiqat dan amanah. Dengan motivasi dan semangat yang tinggi serta kecintaan beliau sejak kecil terhadap ilmu-ilmu hadits, maka beliau mengadakan perjalanan (rihlah) dalam  mencari ilmu sebelum genap berusia 18 tahun.
Pengembaraannya ke beberapa negeri itu menunjang dia untuk mendapatkan hadits sebanyak-banyaknya.Kemudian hadits itu disaring, lalu ditulis pada kitab Sunan.Abu Dawud sudah berulang kali mengunjungi Bagdad. Di kota itu, dia mengajar hadits dan fiqih dengan menggunakan kitab sunan sebagai buku pegangan. Kitab sunan itu ditunjukkan kepada ulama hadits terkemuka, Ahmad bin Hanbal. Kemudian Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa kitab itu sangat bagus.
  1. C.  Ahlak dan kepribadian Imam Abu Dawud
Abu Dawud adalah salah seorang ulama yang mengamalkan ilmunya dan mencapai darajat tinggi dalam ibadah, kesucian diri, wara’ dan kesalehannya.Ia adalah seorang sosok manusia utama yang patut diteladani perilaku, ketenangan jiwa dan keperibadiannya. Sifat-sifat Abu Dawud ini telah diungkapkan oleh sebahagian ulama yang menyatakan:“Abu Dawud menyerupai Ahmad bin Hanbal dalam perilakunya, ketenangan jiwa dan kebagusan pandangannya serta keperibadiannya. Ahmad dalam sifat-sifat ini menyerupai Waki’, Waki menyerupai Sufyan as-Sauri, Sufyan menyerupai Mansur, Mansur menyerupai Ibrahim an-Nakha’i, Ibrahim menyerupai ‘Alqamah dan ia menyerupai Ibn Mas’ud. Sedangkan Ibn Mas’ud sendiri menyerupai Nabi SAW dalam sifat-sifat tersebut.”[3]
Sifat dan keperibadian yang mulia seperti ini menunjukkan atas kesempurnaan keberagamaan, tingkah laku dan akhlak.Abu Dawud mempunyai pandangan dan falsafah sendiri dalam cara berpakaian. Salah satu lengan bajunya lebar namun yang satunya lebih kecil dan sempit. Seseorang yang melihatnya bertanya tentang kenyentrikan ini, ia menjawab:“Lengan baju yang lebar ini digunakan untuk membawa kitab-kitab, sedang yang satunya lagi tidak diperlukan. Jadi, kalau dibuat lebar, hanyalah berlebih-lebihan.
  1. D.  Guru dan Murid Imam Abu Dawud
Abu Daud adalah seorang pembelajar sejati dan tekun. Untuk bisa meriwayatkan hadis-hadis Rasulullah beliau terbang dan hinggap dari satu kota kekota yang lain untuk belajar dari para ulama ternama kala itu. Cukup banyak ulama-ulama yang pernah menjadi guru-gurunya adalah Imam ahmad bin Hanbal, Al-Qanaby, Sulaiman bin Harb, Abu Amr Adh-Dhariri, Abu Walid Ath-Thayalisi, Abu Zakariya Yahya bin Ma’in, Abu Khaitsama, Zuhair bin Harb, Ad-Darimi, abu Ustman Said Al-Manshur, Ibnu Abi Syaibah dan ulama lainnya.[4]
Imam Abu dawud juga memiliki murid yang banyak dari setiap penjuru, diantara murid-muridnya yang meriwayatkan sunan darinya, yaitu:Abu ath-Thayyib Ahmad bin Ibrahîm al-Asynânî al-Baghdâdî, Abu Amru Ahmad bin Ali bin Hasan al-Bashrî, Abu Sa’id ibnu al-A’râbî, Ali bin al-Hasan bin al-‘Abd al-Anshârî, Abu Ali Muhammad bin Ahmad al-Lu’luî, Muhammad bin Bakr bin Dâsah at-Tamâr, Abu Usamah Muhammad bin Abdul Malik ar-Ruwâts.
  1. E.  Karya-Karya Imam Abu Dawud
Kitab Sunan Abu Daud itu memuat hadis sebanyak 4,800 buah hadis.Dari sekitar 500.000 hadis yang di pilih dan ditulis dalam kitab sunanya[5].Abu Dawud menyusun kitabnya, khusus hanya memuat hadith-hadith hukum dan sunnah-sunnah yang menyangkut hukum. Ketika selesai menyusun kitabnya itu kepada Imam Ahmad bin Hanbal, dan Ibn Hanbal memujinya sebagai kitab yang indah dan baik.
Abu Dawud dalam sunannya tidak hanya mencantumkan hadis-hadis shahih semata sebagaimana yang telah dilakukan Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, tetapi ia memasukkan pula kedalamnya hadis shahih, hadis hasan, hadis dha’if yang tidak terlalu lemah dan hadith yang tidak disepakati oleh para imam untuk ditinggalkannya. Hadis-hadis yang sangat lemah, ia jelaskan kelemahannya.
Abu Daud telah menetapkan ciri dan syarat tertentu dalam menyusun kitab sunannya yaitu :
  1. Didalam kitab sunan tersebut Imam Abu Daud menerangkan hadis dha’if atau terlalu dha’if. Beliau menerangkan kedudukan sebuah hadis.
  2. Manakala hadis yang tidak diterangkan adalah hadis maqbul. Justru didalam Sunan Abu Daud dikumpulkan berbagai hadis yang terdiri daripada hadis sahih, hasan dan juga dha’if.
Selama hidupnya Imam Abu Dawud menghasilkan banyak karya, diantara karya-karyanya adalah Al-Marasil, masa’il Al-Imam Ahmad, Al-Nasikh wa Al-Mansukh, Risalah fi Washf Kitab As-Sunan, Al-Zuhud, Ijabat ‘an Shalawat Al-Jurri, As’ilah ‘an Ahmad bin Hanbal, Tasmiyat Al-Ikhwan, Kitab Al-Qadr, Al-Ba’ts wa An-Nusyur, Dala’il An-Nubuwwah, Fadha’il Al-Anshar, Musnad Malik, As-Sunan dan lain-lainya.[6]
Contoh-contoh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud:
عَنِ الْمِقْدَمِ قَالَ اُتِيَ رَسُولُ اللهُ صلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثًا وَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلاَثًا ثَلاَثًا مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثَلاَثًا ثَلاَثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وُاُذُنَيْهِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا.(رواه أبوداود وأحمد)
Artinya: Dari Al-Miqdam. Ia berkata,” Rasulullah SAW, telah diberi air berwudu, lantas beliau berwudu, maka di basuhnya kedua telapak tanganya tiga kali dan mukanya tiga kali, kemudian membasuh kedua hastanya tiga kali, lalu berkumur dan dimasukkannya air ke hidung tiga kali, kemudian disapunya kepala dan kedua telinganya bagian luar dan dalam.” (Riwayat Abu Daud dan Ahmad).[7]
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ اَبِى حُبَيْشٍ تُسْتَحَاضُ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِنَّ دَمَ الْحَيْضِ دَمُ اَسْوَدُ يُعْرَفُ, فَاِذَاكَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِى عَنِ الصَّلاَةِ فَاِذَاكَانَ الْأَخَرُ فَتَوَضَّئِ وَصَلِّى. (رواه أبوداود والنسائ)
Artinya: Dari Aisyah. Sesungguhnya Fatimah binti Abi Hubaisy telah berdarah penyakit.Rasulullah berkata kepadanya, “Sesungguhnya darah haid berwarna hitam, dikenal oleh kaum perempuan. Maka apabila ada darah semacam itu, hendaklah engkau tinggalkan shalat;apabila keadaan darah tidak seperti tiu, hendaklah engkau berwudu dan shalat.” (Riwayat Abu Daud dan Nasai).[8]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ النَّبِيَ صلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى صَلاَةً فَقَرَأَ فِيْهَا فَلَبِسَ عَلَيْهِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لِأَبِىْ أَصَلَّيْتَ مَعَنَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَمَا مَنَعَكَ اَنْ تَفَتَحَهَا عَلَىَّ. (رواه أبوداود)
Artinya: Dari Ibnu Umar, “ Sesungguhnya Nabi SAW, telah membaca sesuatu ketika shalat, tetapi beliau ragu-ragu pada bacaan itu. Setelah shalat beliau berkata kepada Umar,” adakah engkau ikut shalat tadi bersama dengan kami?jawab Umar, Ya, saya ikut. Rasulullah berkata, mengapa engkau tidak tunjuki saya dalam bacaan tadi.”(Riwayat Abu daud).[9]
  1. F.   Kedudukan Sunan Abu Dawud
Kitab Sunan Abu Daud asalnya dari kumpulan 500.000 hadis yang kemudiannya ditapis satu-persatu untuk menjadi sebuah kitab sunan.Sunan Abu Daud ialah sebuah kitab hadis yang sangat penting kepada umat Islam khususnya para mujtahidin.Abu Daud hanya menumpukan kepada persoalan-persoalan fiqh sahaja.Oleh karena itu, sunan Abu Daud merupakan kitab sunan yang banyak meriwayatkan berkaiatan dengan hukum hakam. Bagi menentukan kesahihan hadis didalam sunan Abu Daud, para ulama berpendapat sebagaimana berikut :
  1. Jika hadis tersebut terdapat didalam riwayat al-Bukhari atau Muslim maka hadis tersebut adalah dianggap sahih.
  2. Jika tidak terdapat didalam keduanya atau salah satu daripada kedua syeikh itu, tetapi ada ulama yang mengatakan darajat hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud adalah sahih beserta dengan syarat-syarat yang boleh diterima, ia juga dikatakan hadis sahih. Manakala menurut Ibnu Sollah dan Imam Nawawi jika hadis tidak terdapat didalam mana-mana kitab sahih maka ia dianggap hadis hasan.[10]
Imam Abu Daud dalam menyusun kitabnya mengikut cara atau urutan bab-bab fikih yang dapat memudahkan pembaca ketika mencari hadis-hadis yang berkaitan dengan masalah tertentu. Dalam pembahagian-pembahagian kitab sunan Abu Daud hanya mengumpul hadis-hadis hukum kecuali pada beberapa hadis seperti yang terdapat pada kitab ilmu dan adab. Beliau juga menghindari khabar-khabar, kisah-kisah, dan mau’idah.
G. Tingkatan Hadist Dalam Kitab Sunan Abu Daud
Abu Daud dalam menyusun kitab sunannya tidak hanya memfokuskan hadis-hadis sahih, tetapi juga memasukkan hadis dha’if. Tingkatan hadis dalam kitab Sunan Abu Daud tersebut dapat diketahui melalui surat beliau kepada penduduk Makkah ketika menjelaskan isi kitab sunannya. Penjelasan Abu Daud di dalam kitab sunannya secara garis besar membahagi hadis kedalam lima tingkatan, iaitu :
  1. Hadis Sahih, adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung, tidak berillat dan tidak pula janggal. Hadis ini disebut hadis sahih lizatihi, kerana tingkat kesahihannya tidak memerlukan hadis lain untuk mengukuhkannya.
  2. Ma Yusyabbihahu (yang menyerupai sahih). Para ulama muhadditsin mengutarakan perbandingan istilah yang digunakan Abu Daud tersebut dengan istilah yang berlaku bagi para ulama muhadditsin. Maksud Imam Abu Daud dengan istilah ma yusyabbahahu adalah hadis sahih lighairihi, kerana hadis tersebut menyerupai hadis sahih lizatihi, tetapi martabatnya di bawah sahih lizatihi.
  3. Ma Yuqoribuhu (yang mendekati sahih). Istilah yang digunakan oleh Abu Daud tersebut menurut sebahagian ulama muhadditsin adalah hadis hasan lizatihi, kerana hadis hasan lizatihi boleh dinaik taraf menjadi hadis sahih li ghairihi apabila disokong oleh hadis yang lain. Ibnu Sollah dan Imam al-Nawawi memberikan definisi hadis hasan menurut istilah Abu Daud sebagai “ Hadis yang disebutkan secara mutlak dan tidak ada dalam salah satu kitab sahih (Bukhari dan Muslim) dan tidak ada di antara ulama yang menetapkan kesahihannya, bagi yang membezakan antara hadis sahih dan hasan, maka hadis tersebut adalah hadis hasan menurut Abu Daud”. Ibnu Sollah menyatakan bahwa dalam kitab Sunan Abu Daud tersebut mengandungi banyak hadis hasan. Sebagaimana penjelasan yang diberikan Abu Daud sendiri ketika menjelaskan isi kitabnya.
  4. Wahnun Syadidun (sangat lemah). Istilah hadis tersebut menurut istilah yang berlaku bagi para ulama muhadditsin bererti hadis yang sangat dha’if. Namun pada tahap hadis dha’if ini, Imam Abu Daud memberikan sejumlah penjelasan mengenai taraf kedha’ifannya dan menurut beliau hadis dha’if tersebut lebih kuat bila dibandingkan dengan pendapat ulama. Pencantuman hadis dha’if yang disertai keterangan tahap kedha’ifannya dibolehkan.
  5. Shalih (yang tidak dijelaskan). Para ulama berbeza pendapat dalam mengkategorikan istilah yang dipakai Abu Daud. Imam al-Nawawi dan Ibnu Sollah menjelaskan bahawa jika hadis tersebut diriwayatkan dalam salah satu kitab sahih (Bukhari dan Muslim) maka hadis tersebut adalah sahih, dan jika tidak diriwayatkan dalam salah satu kitab sahih dan tidak ada ulama yang menerangkan tentang darjat hadis tersebut, maka hadis tersebut adalah hadis hasan menurut Imam Abu Daud. Pendapat tersebut menunjukkan sikap berhati-hati agar tidak menetapkan kesahihan sesuatu hadis tersebut kerana tidak terdapat di dalam salah satu kitab sahih dan tidak ada seorang pun di antara para imam hadis yang menetapkan kesahihannya.
  6. H.  Pendapat Para Imam Tentang Imam Abu Dawud
Di antara pandangan positif para ulama terhadap Sunan Abu Daud tersebut adalah :
  1. Al-Khattabi berkata : “Ketahuilah, kitab Sunan Abu Daud adalah sebuah kitab yang mulia yang belum pernah disusun oleh sesuatu kitab yang lain yang menerangkan hadis-hadis hukum sepertinya. Para ulama menerima baik kitab sunan tersebut, kerana Ia menjadi hakim antara ulama dan para fuqaha’ yang berlainan mazhab. Kitab itu menjadi pegangan ulama Irak, Mesir, Moroko, dan negeri lain”.
  2. Ibnu Qayyim al-Jauziyah, menyatakan bahawa : “Kitab Sunan Abu Daud memiliki kedudukan tinggi dalam dunia Islam dan pemberi keputusan bagi perselisihan pendapat.
  3. Ibnu al-‘Arabi, mengatakan: “Apabila seseorang sudah memiliki kitabullah dan kitab Sunan Abu Daud, maka tidak lagi memerlukan kitab yang lain”.
  4. Imam al-Ghazali berkata: “Kitab Sunan Abu Daud sudah cukup bagi para mujtahid untuk mengetahui hadis-hadis hukum”.
Di samping ulama-ulama tersebut yang memberikan penilaian baik atas kelebihan kitab Sunan Abu Daud, ada juga ulama hadis yang mengkritik kelemahan yang terdapat di dalam kitab Sunan Abu Daud tersebut.[11]Di antara para ulama yang mengkritik itu adalah seperti Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam al-Nawawi dan Ibnu Taimiyah. Kritikan tersebut meliputi:
  1. Tidak adanya penjelasan tentang kualiti sesuatu hadis dan kualiti sanad (sumber, silsilah dalam hadisnya). Sementara yang lainnya disertai dengan penjelasan.
  2. Adanya kemiripan Abu Daud dengan Imam Hambali dalam hal bertoleransi terhadap hadis yang dha’if yang mana sebilangan kalangan ulama yang lain menilai hadis tersebut sebagai dha’if. 
  3. Kritik juga dilakukan oleh Ibnu al-Jauzi, seorang tokoh ahli hadis bermazhab Hambali yang telah melakukan penelitian terhadap kitab Sunan Abu Daud, dan beliau menemukan hadis yang maudhu’ (palsu) sebanyak sembilan hadis. Namun kritikan tersebut telah dibahas kembali oleh Jalaluddin al-Suyuti dalam kitabnya al-la’ali al-Masnu’ah fi Ahadis al-Maudhu’ah dan Ali bin Muhammad bin Iraq al-Kunani di dalam kitabnya Tanjih al-Syari’ah al-Maudhu’ah. Dalam kitab tersebut dijelaskan kembali hadis-hadis yang dikritik oleh Ibnu al-Jauzi.
    1. I.       Kesimpulan


Nama lengkap Abu Dawud ialah Sulaiman bin al-Asy’as bin Ishak bin Basyir bin Syihab bin Amar bin ‘Amran al-Azdi as-Sijistani. Beliau dilahirkan tahun 202 H di Sijistandan meninggal dunia pada tanggal 14 Syawwal 275 H dalam usia 73 tahun. Ayah beliau yaitu Al-Asy’ats bin Ishak adalah seorang perawi hadist yang meriwayatkan dari Hamad bin Zaid.
Kepribadian imam abu dawud adalah ilmunya serta mencapai darajat tinggi dalam ibadah, kesucian diri, wara’ dan kesalehannya.Dalam  Sifat-sifat Abu Dawud ini telah diungkapkan oleh sebahagian ulama yang menyatakan:“Abu Dawud menyerupai Ahmad bin Hanbal dalam perilakunya, ketenangan jiwa dan kebagusan pandangannya serta keperibadiannya.
Guru-guru Imam Abu Daud seperti Ahmad bin Hanbal, Al-Qanaby, Sulaiman bin Harb, Abu Amr Adh-Dhariri dan lain-lannya. Demikian juga di antara murid-murid Imam Abu Daud adalah Abu ath-Thayyib Ahmad bin Ibrahîm al-Asynânî al-Baghdâdî, Abu Amru Ahmad bin Ali bin Hasan al-Bashrî, Abu Sa’id ibnu al-A’râbî, Ali bin al-Hasan bin al-‘Abd al-Anshârî, Abu Ali Muhammad bin Ahmad al-Lu’luî, Muhammad bin Bakr bin Dâsah at-Tamâr, Abu Usamah Muhammad bin Abdul Malik ar-Ruwâts.
Imam Abu Daud mengumpulkan hadist sebanyak 500.000, kemudian di pilih dan ditulis sebanyak 4,800 hadist.Adapun karya beliau diantara karya-karyanya adalah Al-Marasil, masa’il Al-Imam Ahmad, Al-Nasikh wa Al-Mansukh, Risalah fi Washf Kitab As-Sunan, Al-Zuhud, Ijabat ‘an Shalawat Al-Jurri, As’ilah ‘an Ahmad bin Hanbal, Tasmiyat Al-Ikhwan, Kitab Al-Qadr, Al-Ba’ts wa An-Nusyur, Dala’il An-Nubuwwah, Fadha’il Al-Anshar, Musnad Malik, As-Sunan.
Banyak pendapat para imam berpendapatpositif dan negatif kepada Imam Abu daud, namun semua pendapat baik yang negatif maupun yang positif adalah dinamika dalam keilmua.Karena setiap orang kecerdasannya berbeda-beda.

Daftar Pustaka
Abu Zahwu, Muhammad.  al-Hadis wa al-Muhaddisun, Beirut: Dar al-Fikr al-‘arabiy, 1984.
Abdul hamid, MuhammadMuhy al-Din.Sunan Abu Daud I, Mesir: Maktabah Tijariah kubra, 1950.
Alawi Al-Maliki, Muhamad. Ilmu Ushul Hadis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2006.
As-Shalih, Subhi.Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, Jakarta: Pustaka Firdaus,2007.
Muhammad Uwaidhah,Kamil.  A’lamu al-Fuqaha’ wa al-Muhaddisin:Abu Daud, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1996.
M. Solahudin & Agus Suyadi. Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia. 2009.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo. 1994.

[1]Muhamad Alawi Al-Maliki.Ilmu Ushul Hadis, Adnan Qohar (terj) (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2006 ).277.
[2] M. Solahudin & Agus Suyadi. Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia. 2009). 240.
[3]Kamil Muhammad Uwaidhah, A’lamu al-Fuqaha’ wa al-Muhaddisin:Abu Daud, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1996).97.
[4]Subhi, As-Shalih.Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Firdaus,2007). 96.
[5] M. Solahudin & Agus Suyadi. 241.
[6] M. Solahudin & Agus Suyadi.242.
[7] Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo. 1994). 27.
[8] Sulaiman Rasjid. 45,
[9] Sulaiman Rasjid. 99.
[10]Muhammad Abu Zahwu, al-Hadis wa al-Muhaddisun, (Beirut: Dar al-Fikr al-‘arabiy, 1984).199.
[11]Muhammad Muhy al-Din Abdul hamid,Sunan Abu Daud I, (Mesir: Maktabah Tijariah kubra, 1950).107.
*mahasiswa pasca Sarjan IAIN sunan ampel surabay

Related : BIOGRAFI IMAM ABU DAUD oleh : abdul karim*

0 Komentar untuk "BIOGRAFI IMAM ABU DAUD oleh : abdul karim*"